Jumat, 04 September 2009

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI KEHUTANAN, MENTERI PERTANIAN DAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

KEPUTUSAN BERSAMA
MENTERI KEHUTANAN, MENTERI PERTANIAN
DAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Nomor : 364/Kpts-II/1990
: 519/Kpts/hk.050/7/1990
: 23/VIII/1990
tentang

KETENTUAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN DAN PEMBERIAN
HAK GUNA USAHA UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERTANIAN
MENTERI KEHUTANAN, MENTERI PERTANIAN DAN
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,
Menimbang : bahwa dalam rangka menunjang pengembangan usaha pertanian, dipandang perlu untuk menyederhanakan peraturan berkenaan dengan pelepasan kawasan hutan dan pemberian hak guna usahanya.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1975 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah;
8. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1984 Jo. Keputusan Presiden Nomor 47 Tahun1988 dan Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1990 tentang Susunan Organisasi Departemen;
9. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional;
10. Keputusan Presiden Nomor 64/M Tahun 1988 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan V;
11. Keputusan Presiden Nomor 280/M Tahun 1988 tentang Pengangkatan Kepala Badan Pertanahan Nasional.
M E M U T U S K A N :
Mencabut : Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 145/Kpts-II/1988 tentang Ketentuan-Ketentuan Pelepasan Kawasan Hutan untuk Pengembangan Usaha Budidaya Pertanian.
Menetapkan : KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI KEHUTANAN, MENTERI PERTANIAN DAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAl TENTANG KETENTUAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN DAN PEMBERIAN HAK GUNA USAHA UNTUK PENGEMBANGAN USAHA PERTANIAN.
Pasal 1
Dalam Keputusan Bersama ini yang dimaksud dengan :
a. Pelepasan Kawasan Hutan adalah pengubahan status kawasan hutan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara untuk keperluan usaha pertanian.
b. Usaha pertanian adalah usaha di bidang tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan.
c. Penataan Batas adalah kegiatan yang meliputi proyeksi batas, pengukuran dan pemetaan, pemasangan tanda-tanda batas serta pembuatan Berita Acara atas kawasan hutan yang akan dilepas untuk pengembangan usaha pertanian.
d. Pengukuran Kadastral adalah pengukuran yang dilaksanakan untuk memperoleh kepastian letak, batas dan luas suatu bidang tanah yang nantinya sebagai bagian dari sertifikat hak atas tanah yang merupakan Gambar - Situasi/Surat Ukur.
e. Tim Pertimbangan adalah Tim yang memberikan pertimbangan dan saran dalam rangka persetujuan pelepasan kawasan hutan, yang terdiri dari Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan, Direktur Jenderal Inventarisasi dan Tata Guna hutan dan Eselon I Departemen Kehutanan yang terkait.
Pasal 2
Kawasan hutan yang dapat dilepaskan menjadi tanah Usaha Pertanian adalah kawasan hutan yang berdasarkan kemampuan tanahnya cocok untuk Usaha Pertanian dan menurut tata guna hutan tidak dipertahankan sebagai kawasan hutan tetap atau kawasan untuk keperluan lainnya.
Pasal 3
(1) Pelepasan Kawasan Hutan dilaksanakan dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 170/Kpts-Um/4/1975 tanggal 23 April 1975 tentang Pedoman Umum Perubahan Batas Kawasan Hutan.
(2) Kawasan Hutan pantai (mengrove) yang terletak di pulau kecil yang luasnya kurang dari 10 (sepuluh) km2 tidak dapat dilepaskan untuk pengembangan usaha pertanian.
Pasal 4
(1) Permohonan Pelepasan Kawasan Hutan untuk pengembangan usaha pertanian disampaikan kepada Menteri Kehutanan dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan Bersama ini.
(2) Permohonan tersebut dilengkapi dengan dokumen yang terdiri dari :
a. Peta kawasan hutan dengan skala 1 : 50.000 atau skala lainnya minimal 1 : 500.000;
b. Pencadangan tanah dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 setelah menerima saran dan pertimbangan teknis Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dengan disertai laporan survei lapangan yang dilaksanakan secara terpadu oleh Tim yang ditunjuk Gubernur Kepala Daerah Tingkat I;
c. Persetujuan prinsip dari Menteri Pertanian;
d. Akte pendirian perusahaan;
e. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
(3) Persetujuan prinsip Menteri Pertanian sebagaimana dimaksud ayat (2) c berdasarkan :
a. Akte pendirian perusahaan;
b. Pencadangan tanah oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I sebagaimana tersebut ayat (2) b;
c. Proyek proposal yang telah disetujui oleh Dinas Daerah Tingkat I lingkup pertanian yang bersangkutan;
d. Pernyataan kesanggupan melaksanakan usaha dari pemohon.
(4) Pencadangan tanah oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dimaksud pada ayat (2) b dan persetujuan prinsip Menteri Pertanian dimaksud pada ayat (2) c masing-masing dikeluarkan selambat-lambatnya dalam waktu 18 (delapan belas) hari kerja setelah persyaratan dipenuhi.
Pasal 5
Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan selaku Ketua Tim Pertimbangan mengkoordinasikan pendapat dan saran Anggota Tim Pertimbangan dan mengajukan pertimbangan mengenai permohonan pelepasan kawasan hutan kepada Menteri Kehutanan dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak diterimanya surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).
Pasal 6
(1) Berdasarkan pendapat dan saran Tim Pertimbangan, Menteri Kehutanan dengan surat dapat menolak atau menyetujui permohonan pelepasan kawasan hutan dimaksud dalam waktu 18 (delapan belas) hari kerja setelah diterimanya saran dan pendapat dari Tim Pertimbangan.
(2) Dalam hal permohonan disetujui, pemohon harus mengajukan permohonan Hak Guna Usaha kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi atau Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Tingkat I sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
(3) Setelah permohonan dimaksud pada ayat (1) disetujui, pemohon wajib melakukan persiapan usaha sesuai dengan ketentuan teknis yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Lingkup Departemen Pertanian yang bersangkutan.
(4) Untuk melakukan persiapan dimaksud pada ayat (3) kepada pemohon diberikan persetujuan untuk membuka kawasan hutan oleh Direktorat Jenderal Inventarisasi dan Tata Guna Hutan dengan ketentuan masimal luas sebagai berikut :
a. 200 Ha, bagi permohonan pelepasan kawasan hutan di atas 10.000 Ha;
b. 100 Ha, bagi permohonan pelepasan kawasan hutan antara 5.000 Ha sampai 10.000 Ha;
c. 50 Ha, bagi permohonan pelepasan kawasan hutan di bawah 5.000 Ha;
dan diarahkan pada areal tanah kosong, padang alang-alang, semak belukar atau hutan non produktif yang sesuai untuk usaha pertanian yang bersangkutan.
Pasal 7
(1) Penataan Batas dan Pengukuran Kadasteral kawasan hutan yang akan dilepaskan, dilaksanakan bersama-sama oleh Direktorat Jenderal Inventarisasi dan Tata Guna hutan dengan Badan Pertanahan Nasional, yang penyelenggaraannya akan diberikan petunjuk teknis bersama.
(2) Biaya pelaksanaan kegiatan dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada pemohon.
(3) Pelaksanaan kegiatan dimaksud pada ayat (1) beserta Berita Acara Tata Batas dan hasil pengukuran Kadasteral diselesaikan paling lambat 120 (seratus dua puluh) hari kerja setelah pemohon melunasi seluruh biayanya.
Pasal 8
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi atau Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Tingkat I setelah selesai dilaksanakan Pengukuran Kadastral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), memproses permohonan Hak Guna Usaha yang diajukan oleh pemohon sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2) dan selanjutnya meneruskan permohonan tersebut kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional atau Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Pasal 9
(1) Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan bersama Kepala Dinas Daerah Tingkat I lingkup pertanian yang bersangkutan menilai pelaksanaan persiapan Usaha Pertanian sebagiamana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan melaporkannya kepada Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan selaku Ketua Tim Pertimbangan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Inventarisasi dan Tata Guna Hutan, Direktur Jenderal Lingkup Departemen Pertanian yang bersangkutan dan Kepala Badan Pertanahan Nasional selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja setelah penilaian.
(2) Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan selaku Ketua Tim Pertimbangan setelah menerima laporan dimaksud pada ayat (1) dan Berita Acara Tata Batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) selambat-lambatnya dalam waktu 60 (enam puluh) hari kerja mengajukan pertimbangan kepada Menteri Kehutanan.
Pasal 10
Menteri Kehutanan menerbitkan Surat Keputusan tentang Pelepasan Kawasan Hutan atau menolak permohonan dimaksud dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterimanya pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).
Pasal 11
(1) Kepala Badan Pertanahan Nasional atau Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal menerbitkan Surat Keputusan Hak Guna Usaha selambat-lambatnya 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak diterimanya Surat Keputusan Menteri Kehutanan tentang Pelepasan Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 10, dan dipenuhinya persyaratan yang lengkap sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Setelah Hak Guna Usaha berakhir atau dihentikannya karena sesuatu sebab, atau pemegang Hak Guna Usaha melepaskan haknya, maka tanahnya menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara.
Pasal 12
Setelah penataan batas dan pengukuran kadasteral selesai pemanfaatan kayu dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 495/Kpts-II/1989.
Pasal 13
Pemanfaatan kayu sebagaimana dimaksud pada pasal 12 disesuaikan dengan jadwal pembukaan tanah untuk Usaha Pertanian.
Pasal 14
(1) Persetujuan permohonan pelepasan kawasan hutan untuk pengembangan usaha pertanian dengan luas sampai dengan 100 (seratus) Ha dierahkan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dengan ketentuan :
a. Areal yang diberikan di dalam kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi dan tidak dibebani hak pengusahaan hutan serta belum dicadangkan untuk kepentingan lain;
b. Areal tersebut bukan dalam rangka pengembangan usaha pertambakan.
(2) Persetujuan permohonan dimaksud pada ayat (1) termasuk Penataan Batas dan Pengukuran Kadastral serta Berita Acaranya diselesaikan selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak permohonan diterima lengkap dengan persyaratannya.
(3) Syarat permohonan dimaksud pada ayat (2) adalah :
a. Pencadangan tanah dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I;
b. Peta kawasan hutan dengan skala 1 : 50.000 atau skala lainnya minimal 1 : 500.000;
c. Akte pendirian perusahaan;
d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
(4) Berita Acara Tata Batas kawasan hutan dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Direktur Jenderal Inventarisasi dan Tata Guna Hutan untuk dijadikan dasar penerbitan Keputusan Pelepasan Kawasan Hutan oleh Menteri Kehutanan dan diselesaikan selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja.
(5) Ketentuan Pasal 6 ayat (3) dan (4) tidak berlaku untuk Pelepasan Kawasan Hutan yang diatur dalam pasal ini.
(6) Persetujuan Pelepasan Kawasan Hutan tidak dibenarkan diberikan kepada permohonan diatas 100 (seratus) Ha yang dipecah-pecah dalam satuan luas yang diatur dalam
Pasal 15
Keputusan Pemberian Hak Guna Usaha dengan areal yang luasnya sampai dengan 100 (seratus) Ha diatur sebagai berikut :
(1) Untuk permohonan Hak Guna Usaha dengan menggunakan fasilitas penanaman modal mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 1984.
(2) Untuk permohonan Hak Guna Usaha yang tidak menggunakan fasilitas penanaman modal dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Pasal 16
Pemohon yang memperoleh tanah pelepasan kawasan hutan diwajibkan untuk tetap memperhatikan azas-azas konservasi seperti diatur dalam Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Kehutanan No. KB.550/246/4/1984 dan No. 002/Kpts-II/1984.
Pasal 17
(1) Dalam hal pemohon tidak melunasi seluruh biaya untuk penataan batas dan pengukuran kadastral sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2) dalam waktu 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan, maka persetujuan pelepasan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) dibatalkan secara tertulis oleh Menteri Kehutanan.
(2) Apabila berdasarkan laporan penilaian sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) pemohon tidak melaksanakan kewajiban persiapan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (3) persetujuan pelepasan kawasan hutan dibatalkan secara tertulis oleh Menteri Kehutanan.
(3) Apabila permohonan Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka permohonan hak guna usaha ditolak secara tertulis.
Pasal 18
Keputusan Bersama ini berlaku pula untuk permohonan pelepasan kawasan hutan dan hak guna usaha untuk usaha pertanian dalam rangka Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1981 dan Peraturan Meneteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1984 Jo Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 1984.
Pasal 19
Permohonan pelepasan kawasan hutan yang 6 (enam) bulan setelah ditetapkan Keputusan Bersama ini belum sampai pada tahap persetujuan prinsip/pencadangan areal dari Menteri Kehutanan berdasar Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 145/Kpts-II/1988 penyelesaian selanjutnya disesuaikan dengan Keputusan Bersama ini.
Pasal 20
Keputusan Bersama ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : J A K A R T A
Pada tanggal : 25 Juli 1990
BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
Ttd
Ir. SONI HARSONO MENTERI PERTANIAN
Ttd
Ir. WARDOJO MENTERI KEHUTANAN
Ttd
Ir. HASRUL HARAHAP



Salinan : Keputusan ini disampaikan Kepada Yth. :

1. Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri dan Pengawasan Pembangunan;
2. Menteri/Sekretariat Negara;
3. Menteri Dalam Negeri;
4. Menteri Muda Keuangan;
5. Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;
6. Para Pemimpin Unit Kerja Eselon I dilingkungan Departemen Pertanian;
7. Para Pemimpin Unit Kerja Eselon I dilingkungan Departemen Kehutanan;
8. Para Deputy Kepala Badan Pertanahan Nasional;
9. Para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I diseluruh Indonesia;
10. Para Kepala Kantor Wilayah Departemen Pertanian Propinsi di seluruh Indonesia;
11. Para Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi di seluruh Indonesia;
12. Para Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi di seluruh Indonesia;
13. Para Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Peternakan, Perikanan dan Perkebunan Daerah Tingkat I di seluruh Indonesia